
Al-Maufûd fî Tarjamah al-Maqshûd”; Morfologi Arab dalam Bahasa Jawa Pegon
(1959)
Ini adalah halaman sampul dan kata pengantar dari kitab “al-Maufûd fî
Tarjamah al-Maqshûd” yang ditulis oleh KH. Ahmad Mutohar bin Abdurrahman
Mranggen (Demak, Jawa Tengah, w. 2005). Kitab ini adalah terjemah dan penjelasan
(syarh) dalam bahasa Jawa beraksara Arab-Pegon atas teks nazham “al-Maqshûd fî
‘Ilm al-Sharf”.
Teks nazham “al-Maqshûd” sendiri terdiri dari 123 bait puisi dalam irama
(bahr) “rajaz”. Teks ini menghimpun ringkasan teori ilmu morfologi Arab (ilmu
shorof), karya Syaikh Ahmad ibn ‘Abd al-Rahîm al-Thahthâwî (w. 1885), seorang
juru tulis, sastrawan, sekaligus jurnalis asal Mesir.
Ilmu shorof merupakan salah satu cawangan utama dari ilmu linguistik Arab.
Ilmu ini erat juga kaitannya dengan “ilmu nahwu” (sintaksis Arab). Ilmu shorof
mengkaji perubahan bentuk (derivasi/ tashrîf) satu kata ke bentuk yang lainnya,
guna mendapatkan arti dan fungsi yang berbeda. Dalam rentang sejarah keilmuan
bahasa Arab, terdapat banyak literatur ilmu morfologi Arab ini, mulai dari masa
klasik hingga modern.
Nazham “al-Maqshûd” termasuk salah satu anggitan morfologi Arab di masa
modern. Teks ini sangat populer, sehingga memiliki beberapa penjelasan dan
komentar (syarh). Di antara syarh atas teks “al-Maqshûd” yang banyak dipedomani
adalah “Hill al-Ma’qûd fî Syarh al-Maqshûd”, karangan linguis Arab asal Maroko
yang sezaman dengan al-Thathâwî, yaitu Syaikh Muhammad ibn Ahmad ‘Allîsy
al-Maghribî (w. 1882).
Di pesantren-pesan
tren
tradisional di Nusantara (NU), keberadaan teks nazham “al-Maqshûd” tentu
tidaklah asing. Teks ini banyak tersebar, dipelajari, dan dihafal oleh para
pelajar di pesantren-pesan
tren
tersebut.
Dalam tradisi intelektual pesantren di Nusantara, morfologi Arab (ilmu
shorof) harus dikuasai oleh para pemula sebagai syarat mutlak untuk bisa membaca
dan memahami teks-teks berbahasa Arab. Pembelajaran morfologi biasanya bersamaan
dengan pembelajaran ilmu Sintaksis Arab (ilmu nahwu).
Di pesantren-pesan
tren
tersebut, teks “al-Maqshûd” dipelajari sebagai lanjutan dari teks “al-Amtsilah
al-Tashrîfiyyah
” dalam bidang
morfologi, yang bersama-sama dipelajari bersama teks “Mutammimah”, yang
merupakan lanjutan dari teks “al-Âjurûmiyyah
” dalam bidang sintaksis.
Nah, nazham “al-Maqshûd” ini kemudian diterjemahkan dan disyarah dalam bahasa
Jawa beraksara Arab Pegon ole Kiyai Ahmad Mutohar bin Abdurrahman, salah satu
pengasuh Pesantren “Futuhiyyah” di kampung Mranggen, Demak (Jawa Tengah).
Terjemahan dan syarah tersebut kemudian diberi nama “al-Maufûd fî Tarjamah
al-Maqshûd”.
“Al-Maufûd” diselesaikan pada bulan Shafar tahun 1379 H (Agustus 1959 M), dan
dicetak oleh Maktabah Karya Toha Putra Semarang. Saya menemukan edisi cetakan
ini di perpustakaan pesantren Edi Mancoro, Salatiga, sekitar bulan Februari
tahun 2016 silam.
Dalam kata pengantarnya, Kiyai Mutohar Mranggen mengatakan bahwa teks
“al-Maqshûd” adalah teks terbaik dalam bidang ilmu morfologi Arab yang
dipelajari untuk kalangan pemula. Ia pun terdorong untuk menerjemahkan teks
tersebut ke dalam bahasa kaumnya (Jawa Mriki) sekaligus memberikan sedikit
penjelasan agar mudah difahami maksudnya.
Kiyai Mutohar terhitung produktif menerjemahkan berbagai kitab dari
bahasa Arab ke bahasa Jawa Pegon, menyusul jejak kakak beliau, yaitu Kiyai
Muslih bin Abdurrahman Mranggen yang juga produktif menerjemah. Umumnya
kitab-kitab yang beliau terjemah adalah kitab-kitab yang menjadi acuan bahan
ajar di pesantren-pesan
tren Nusantara.
Selain menerjemah nazham “al-Maqshûd”, beliau juga menerjemah nazham
“al-‘Imrîthî”, “al-Wâfiyyah fî Tarjamah Alfiyyah (Ibn Mâlik)”, dan lain-lain.
Nafa’anallahu ta’ala bihi wa bi ‘ulumihi fiddaraini.
Majalengka-Bogo
r, Januari
2017
A. Ginanjar Sya’ban